Selasa, 14 Januari 2014

HEGEMONI TEORI PEMBANGUNAN VS KONSEP PEMBANGUNAN IDEAL


Membandingkan antara ilmuan Islam dalam memberikan solusi dalam permasalahan umat manusia (bukan hanya dalam bidang agama tapi juga menjawab permasalahan sosial masyarakat) dengan ilmuan Barat,

Maka kita akan menemukan menemukan perbedaan yang sangat jauh, ilmuan Islam memberikan solusi konkret dan integral dalam menjawab permasalah bangsa dan kemanusiaan, sementara ilmuan barat memberikan solusi terbatas, dan parsial yang cenderung hanya bisa diterapkan di negara tertentu saja.
Sebagai contoh dalam usaha melakukan modernisasi bidang pembangunan di negara negara dunia ketiga, sejumlah ilmuan Barat memaparkan Teori:
Teori Pembagian Kerja Secara Internasional (PKSI),
Teori W.W. Rostow: Lima Tahap Pembangunan,
Teori Harrod – Domar: Tabungan dan Investasi,
David McClelland: Dorongan Berprestasi (n-Ach),
Teori Max Weber: Etika Protestan,
Teori Bert F. Hoselitz: Faktor Non Ekonomi,
Teori Alex Inkeles dan David H. Smith: Manusia Sebagai Komponen Penopang Pembangunan,
Andre Gundre Frank dan
Dos Santos: Teori Ketergantungan (Dependency Theory), dan lain sebagainya.

Setiap ilmuan memaparkan teori pada waktu yang berlainan, anehnya padahal satu teori merupakan pelengkap bagi kesempurnaan teori lainnya. Jika gagal satu teori disiapkan teori lainnya, untuk membantahnya. Nuansa para ilmuan ini bekerja sebagai agen agen ekonomi kapitalis pun tidak menutup kemungkinan.

Ada hipotesa bahwa ini semua merupakan akal-akalan negara kapitalis dunia dalam menghegemoni teori-teori pembangunan ini, di undanglah/diberikan beasiswa magister dan doktoral kepada mahasiswa dari negara dunia ketiga, di brain storminglah pemikirannya dengan teori2 dimaksud. Negara-negara dunia ketida dijadikan kelinci percobaan atau juga mainan dalam melaksanakan teori ini.

Teori-teori ini memaparkan realitas, menjawab dan memberi solusi atas kebutuhan dalam memecahkan masalah pertumbuhan dan pembangunan, namun pendapat dan teori-teori yang dihasilkan tersebut terkesan bersifat terlalu khusus, pasial, dan terbatas, padahal permasalahan dan kebutuhan bangsa-bangsa terhadap solusi membutuhkan jawaban yang lebih kompleks, integral, dan menyeluruh.
Untuk itu penulis menawarkan solusi yang dapat dilakukan guna menghasilkan pembangunan yang ideal dengan menerapkan tiga karakteristik pembangunan, yaitu:
1.    Bersifat Integral
Pembangunan disatu sektor tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan di sektor lain. Pembangunan ekonomi misalnya, tidak terlepas dari pembangunan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, pembangunan sistem politik yang bersih dari penyimpangan, penegakan hukum berkeadilan, pengembangan iptek yang bertumpu pada kekuatan sendiri (kemandirian) dan pembangunan sosial budaya yang berakhlak. Sehingga tidak ada ruang bagi arogansi sektoral yang hanya menyempitkan pembangunan pada satu sektor saja. Ini mensyaratkan harus adanya koordinasi yang harmonis antar sektor pembangunan. Sebab inti pembangunan adalah manusia baik sebagai pelaku, objek dan sekaligus tujuan pembangunan.
2.    Bersifat Universal
Harus diakui bahwa keberhasilan pembangunan tergantung pada cara pandang bangsa (Indonesia) terhadap berbagai asset yang dimiliki. Baik aset sumber daya alam (SDA), sosial, politik maupun budaya. Pembangunan tidak akan mencapai hasil yang optimal apabila berbagai modal dasar yang ada dipandang hanya untuk satu generasi saja. Untuk itu perlu dikembangkan pandangan universal, yaitu pandangan yang mencakup lintas generasi, lintas teritorial, bahkan lintas kehidupan.
ñ          Pandangan lintas generasi berarti pembangunan harus dijaga agar tetap dapat berlanjut (sustainable) untuk generasi berikutnya.
ñ          Pandangan lintas teritorial, pembangunan di suatu tempat atau pembangunan wilayah Indonesia tidak dilakukan semena-mena dengan mengabaikan pengaruhnya terhadap tempat dan wilayah lain, seperti tatanan sosial, kemanusiaan, dan kerusakan alam.
ñ          Pandangan lintas kehidupan (dalam hal ini akhirat), membuat segala aktivitas dalam pembangunan sebagai bagian dari ekspresi religiusitas mereka. Bahkan, bangsa Indonesia akan diakui dunia sebagai bangsa yang membawa rahmat bagi seluruh alam karena pandangan yang universal tersebut. Karena religiusitas bertujuan membawa manusia dalam interaksi kemanusiaan yang berkedamaian.

3.    Partisipasi Total
Pembangunan merupakan hak sekaligus kewajiban masyarakat, bukan hanya negara. Karenanya pemberdayaan masyarakat, baik pemberdayaan politis maupun ekonomis akan mengantarkan rakyat pada posisi sejajar sebagai mitra pemerintah, yang duduk bersama-sama untuk merumuskan kepentingan bersama. Partisipasi total dari masyarakat – pengusaha – pemerintah, serta kerjasama internasional, yang merupakan lintas komponen dan lintas aktor adalah keniscayaan dalam mengelola pembangunan dengan pandangan yang bersifat integral, global dan universal menuju keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan.
Dalam hal ini, aktor pembangunan nasional ada tiga komponen, yaitu: pemerintah – dunia usaha – masyarakat. Ketiga komponen ini harus bekerjasama secara egaliter tanpa ada upaya untuk saling mendominasi, memonopoli, dan mereduksi peran masing-masing. Dalam bingkai ini pemerintah hendaknya sedapat mungkin mengambil fungsi minimalis menjadi fasilitator dan administrator melalui berbagai regulasi penting dan strategis.


Kiranya konsep ini akan melahirkan hasil pembangunan dan pertumbuhan yang lebih bermartabat, terhindar dari intrik pertentangan kelas, dan upaya saling mendominasi peran, maupun mereduksi peran sebagian yang lain. Sehingga pembangunan yang dihasilkan lebih merata, berkesinambungan, serta menyeluruh.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar