Selasa, 23 September 2014

Profesor Ahli Antariksa MEMBELA GURU: 4 x 6 Berbeda dengan 6 x 4

Urusan pekerjaan rumah (PR) seorang siswa menjadi perdebatan menarik di media sosial belakangan ini, satu sisi hanya mengkritik kinerja guru tanpa memahami konteks pembelajaran dan hakikat ilmu. Padahal imu pengetahuan itu tidaklah semata berorientasi hasil, misalnya 4+4+4+4+4+4, bila dinyatakan dalam perkalian, 6 x 4 atau 4 x 6?

Banyak yang berpendapat bahwa mengekspresikan 4+4+4+4+4+4 dalam perkalian menjadi 6 x 4 atau 4 x 6 sama saja. Toh hasilnya sama, begitu logikanya. Sebagian menganggapnya sebagai kebebasan bernalar.

Namun, profesor astrofisika dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin, mengatakan, antara 4 x 6 dan 6 x 4 memang berbeda.

“Samakah 4 x 6 dan 6 x 4? Hasilnya sama, 24, tetapi logikanya berbeda. Itu adalah model matematis yang kasusnya berbeda. Konsekuensinya bisa berbeda juga,” urai Thomas dalam akun Facebook-nya, Senin (22/9/2014).

Thomas menerangkan perbedaan 6 x 4 dengan 4 x 6 lewat sebuah soal cerita.

“Ahmad dan Ali harus memindahkan bata yang jumlahnya sama, 24. Karena Ahmad lebih kuat, ia membawa 6 bata sebanyak 4 kali, secara matematis ditulis 4 x 6. Tetapi, Ali yang badannya lebih kecil, hanya mampu membawa 4 bata sebanyak 6 kali, model matematisnya 6 x 4. Jadi, 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 6 x 4, berbeda konsepnya dengan 6 + 6 + 6 + 6 = 4 x 6, walau hasilnya sama 24,” terang Thomas.

Lewat kasus ini, Thomas mengajak semua kalangan untuk memahami Matematika dengan logika, bukan menjadi generasi “kalkulator” yang sekadar tahu hasil.

“Dengan kemampuan berlogika, suatu kasus bisa dimodelkan dengan rumusan matematis sehingga mudah dipecahkan,” ungkap Thomas. [kompas/fimadani/islamedia]

MUI MINTA TAYANGAN TV LECEHKAN ISLAM SEPERTI JODHA AKBAR DIHENTIKAN

Majelis Ulama Indonesia menilai tanyangan yang mendiskreditkan satu agama tidak layak ditayangkan. Lebih dari itu, penayangan tersebut dapat memicu ketegangan antara umat beragama.

“Harus dikoreksi, kalau perlu dihentikan penanyangannya,” ujar Wakil Sekretaris Majelis Ulama Indonesia, Welya Safitri, Selasa (23/9).

Dia mengakatakan akan meneliti lebih jauh keresahan sebagian masyarakat mengenai penayangan yang menyudutkan agama. Dia berjanji, MUI akan membuat sebuah tim kecil untuk melakukan kajian dan penelitian mengenai kasus tayangan yang mendiskreditkan agama.

Jika ditemukan unsur kesengajaan dalam pembuatan skenario dan penayangan film demikian, dia berjani akan memanggil penanggung jawab film yang bersangkutan.

“Bisa jadi akan melayangkan teguran produser, dan saluran televisi tersebut,” ujar dia dikutip dari ROL.

Dia sekaligus mengimbau umat Islam untuk menghindari tayangan yang merusak citra Islam. Dia menekankan kepada umat agar memilih channel yang banyak mengandung unsur pendidikan. Dia mengatakan agar warga indonesia lebih berhati-hati dalam menentukan pilihan saluran televisi.

Pasalnya tayangan yang menyudutkan agama dapat memperburuk persaudaraan antara umat beragama di Indonesia. Dia menjelaskan, agama Islam merupakan agama yang diturunkan sebagai rahmat bagi semesta alam.


“Islam itu rahmatan lil alamin. Ada tatacara berhubungan dengan Allah atau hablum minallah, hubungan dengan manusia lain hablum minannas dan kepada semesta alam hablum minannas,” jelas dia.

Sebelumnya, penayangan film bergenre kolosal Jodha Akbar menampilkan sosok kerajaan Islam sebagai sosok antagonis yang angkuh, bengis dan berhati jahat. Film yang ditayangkan di salah satu stasiun TV nasional ini dianggap memutar balikkan fakta dan menebarkan keresahan.[ROL/Islamedia/YL]

Penulis sekira sebulan setelah penayang perdana kolosal Jodha Akbar pernah memberikan keberatan ke KPI melalui nomor pengaduan 0812-1307-0000, namun hanya menghasilkan diawal tayangan hanya memuat bahwa siaran kolosal tersebut bukanlah sejarah sesungguhnya (alias buang badan). Ayo rame-rame sms ke KPI agar menghentikan tayangan tersebut. Mengingat tayangan tersebut memiliki banyak kepalsuan terhadap dinasti besar Islam di India.