Kamis, 27 Februari 2014

BABI DIJADIKAN LABEL HALAL, MUI: TEMPO, MEDIA ANTI ISLAM


Akhirnya MUI Sadar Bahwa Tempo Media Anti Islam: Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebutkan, kreator dan penulis yang terkait dalam laporan utama Majalah Tempo edisi terbaru anti-Islam.

Setidaknya MUI menyebutkan ‘anti Islam” ini dalam dua dari sembilan butir klarifikasinya terhadap laporan utama Majalah Tempo, edisi 24 Februari - 2 Maret 2014. Kami menerima klarifikasi MUI itu pada Rabu (26/2).

Butir 1:

Cover dengan Judul “ASTAGA LABEL HALAL”. Petinggi Majelis Ulama Indonesia ditengarai memperdagangkan Label Halal. Tempo melacak hingga Austrlia dan Belgia. Dengan Gambar Makanan Kaleng Bergambar Babi yang dicap logo Halal MUI, sangat menyakitkan umat Islam yang membacanya. Ditambah lagi dengan karikatur Binatang Babi “ada cap Haram Bos”, dan kotoran sapi dimasukan ke dalam kaleng yang bertuliskan MUI, maka lengkaplah tuduhan kepada MUI yang dianggap memperdagangkan label Halal. Kreasi Tempo melecehkan umat Islam dengan menuduh MUI mempermainkan label Halal hanya dibuat oleh pihak tertentu yang anti Islam.

Butir 8:

Dan lebih dari itu Tempo telah menulis dengan narasi dan karikatur yang sangat menyakitkan hati ulama dan umat Islam sepertinya penuh kebencian terhadap MUI yang seperti itu hanya ditulis oleh orang anti Islam

MUI Nyatakan Sertifikasi Halal Harus Bersifat Wajib: Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan sertifikasi halal harus bersifat wajib atau mandatory. Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakil mengatakan, saat ini Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) masih alot membahas tiga poin penting.

"Satu, sifat sertifikasi apakah mandatory atau voluntary. Saat ini masih dalam proses pembahasan, Kemenkes malah bilang haram (industri farmasi) disertifikasi. Itu yang baner-benar bikin perdebatan terus," kata dia di Kantor MUI, Jakarta, Rabu (26/2/2014).

Adapun poin kedua, lanjut Lukman, mengenai otoritas yang melakukan pemeriksaan, audit, memutuskan fatwa, dan mengeluarkan sertifikasi halal. Ketiga, adalah bentuk kelembagaan MUI, apakah di bawah presiden atau Kementerian Agama.

"Saya belum tahu perkembangan (RUU JPH) dan karena belum ada undangan lagi. Tapi sikap kita tetap, sertifikasi itu mandatorydalam rangka perlindungan konsumen. Kalau (sifatnya) voluntaryya tidak perlu ada undang-undang itu," kata Lukman.

Adapun untuk otoritas, ia menambahkan, seharusnya tetap dilakukan oleh MUI. Selain itu, bentuk lembaga MUI pun diharapkan langsung di bawah tanggung jawab presiden.


Sumber: bangkapos http://dlvr.it/51pY5C

Sumber: inilah http://dlvr.it/51pY5L

http://www.dakwatuna.com/2014/02/26/46880/karikatur-babi-dan-label-halal-mui-di-tempo-lecehkan-umat-islam/#ixzz2uRFJQb2x
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar