Membandingkan antara ilmuan Islam dalam memberikan solusi dalam permasalahan umat manusia (bukan hanya dalam bidang agama tapi juga menjawab permasalahan sosial masyarakat) dengan ilmuan Barat,
Maka kita akan menemukan menemukan perbedaan yang sangat jauh, ilmuan Islam memberikan solusi konkret dan integral dalam menjawab permasalah bangsa dan kemanusiaan, sementara ilmuan barat memberikan solusi terbatas, dan parsial yang cenderung hanya bisa diterapkan di negara tertentu saja.
Sebagai contoh dalam usaha melakukan modernisasi bidang pembangunan di negara negara dunia ketiga, sejumlah ilmuan Barat memaparkan Teori:
Teori Pembagian Kerja Secara Internasional (PKSI),
Teori W.W. Rostow: Lima Tahap Pembangunan,
Teori Harrod – Domar: Tabungan dan Investasi,
David McClelland: Dorongan Berprestasi (n-Ach),
Teori Max Weber: Etika Protestan,
Teori Bert F. Hoselitz: Faktor Non Ekonomi,
Teori Alex Inkeles dan David H. Smith: Manusia Sebagai Komponen Penopang Pembangunan,
Andre Gundre Frank dan
Dos Santos: Teori Ketergantungan (Dependency Theory), dan lain sebagainya.
Setiap ilmuan memaparkan teori pada waktu yang berlainan, anehnya padahal satu teori merupakan pelengkap bagi kesempurnaan teori lainnya. Jika gagal satu teori disiapkan teori lainnya, untuk membantahnya. Nuansa para ilmuan ini bekerja sebagai agen agen ekonomi kapitalis pun tidak menutup kemungkinan.
Ada hipotesa bahwa ini semua merupakan akal-akalan negara kapitalis dunia dalam menghegemoni teori-teori pembangunan ini, di undanglah/diberikan beasiswa magister dan doktoral kepada mahasiswa dari negara dunia ketiga, di brain storminglah pemikirannya dengan teori2 dimaksud. Negara-negara dunia ketida dijadikan kelinci percobaan atau juga mainan dalam melaksanakan teori ini.
Teori-teori ini memaparkan
realitas, menjawab dan memberi solusi atas kebutuhan dalam memecahkan masalah
pertumbuhan dan pembangunan, namun pendapat dan teori-teori yang dihasilkan tersebut
terkesan bersifat terlalu khusus, pasial, dan terbatas, padahal permasalahan
dan kebutuhan bangsa-bangsa terhadap solusi membutuhkan jawaban yang lebih kompleks,
integral, dan menyeluruh.
Untuk itu penulis
menawarkan solusi yang dapat dilakukan guna menghasilkan pembangunan yang ideal
dengan menerapkan tiga karakteristik pembangunan, yaitu:
1. Bersifat
Integral
Pembangunan disatu sektor tidak
dapat dipisahkan dengan pembangunan di sektor lain. Pembangunan ekonomi
misalnya, tidak terlepas dari pembangunan sumber daya manusia (SDM)
berkualitas, pembangunan sistem politik yang bersih dari penyimpangan, penegakan
hukum berkeadilan, pengembangan iptek yang bertumpu pada kekuatan sendiri
(kemandirian) dan pembangunan sosial budaya yang berakhlak. Sehingga tidak ada
ruang bagi arogansi sektoral yang hanya menyempitkan pembangunan pada satu
sektor saja. Ini mensyaratkan harus adanya koordinasi yang harmonis antar
sektor pembangunan. Sebab inti pembangunan adalah manusia baik sebagai pelaku,
objek dan sekaligus tujuan pembangunan.
2. Bersifat
Universal
Harus diakui bahwa keberhasilan
pembangunan tergantung pada cara pandang bangsa (Indonesia) terhadap berbagai
asset yang dimiliki. Baik aset sumber daya alam (SDA), sosial, politik maupun
budaya. Pembangunan tidak akan mencapai hasil yang optimal apabila berbagai
modal dasar yang ada dipandang hanya untuk satu generasi saja. Untuk itu perlu
dikembangkan pandangan universal, yaitu pandangan yang mencakup lintas
generasi, lintas teritorial, bahkan lintas kehidupan.
ñ
Pandangan lintas generasi berarti
pembangunan harus dijaga agar tetap dapat berlanjut (sustainable) untuk generasi berikutnya.
ñ
Pandangan lintas teritorial, pembangunan
di suatu tempat atau pembangunan wilayah Indonesia tidak dilakukan semena-mena
dengan mengabaikan pengaruhnya terhadap tempat dan wilayah lain, seperti tatanan
sosial, kemanusiaan, dan kerusakan alam.
ñ
Pandangan lintas kehidupan (dalam hal
ini akhirat), membuat segala aktivitas dalam pembangunan sebagai bagian dari
ekspresi religiusitas mereka. Bahkan, bangsa Indonesia akan diakui dunia
sebagai bangsa yang membawa rahmat bagi seluruh alam karena pandangan yang
universal tersebut. Karena religiusitas bertujuan membawa manusia dalam
interaksi kemanusiaan yang berkedamaian.
3. Partisipasi
Total
Pembangunan merupakan hak sekaligus
kewajiban masyarakat, bukan hanya negara. Karenanya pemberdayaan masyarakat,
baik pemberdayaan politis maupun ekonomis akan mengantarkan rakyat pada posisi
sejajar sebagai mitra pemerintah, yang duduk bersama-sama untuk merumuskan
kepentingan bersama. Partisipasi total dari masyarakat – pengusaha –
pemerintah, serta kerjasama internasional, yang merupakan lintas komponen dan
lintas aktor adalah keniscayaan dalam mengelola pembangunan dengan pandangan
yang bersifat integral, global dan
universal menuju keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan.
Dalam hal ini, aktor pembangunan
nasional ada tiga komponen, yaitu: pemerintah
– dunia usaha – masyarakat. Ketiga komponen ini harus bekerjasama secara
egaliter tanpa ada upaya untuk saling mendominasi, memonopoli, dan mereduksi
peran masing-masing. Dalam bingkai ini pemerintah hendaknya sedapat mungkin
mengambil fungsi minimalis menjadi fasilitator dan administrator melalui
berbagai regulasi penting dan strategis.
Kiranya konsep ini akan
melahirkan hasil pembangunan dan pertumbuhan yang lebih bermartabat, terhindar
dari intrik pertentangan kelas, dan upaya saling mendominasi peran, maupun
mereduksi peran sebagian yang lain. Sehingga pembangunan yang dihasilkan lebih
merata, berkesinambungan, serta menyeluruh.