Selasa, 14 Januari 2014

ORAL SEX DALAM PANDANGAN ISLAM

Oral Seks dalam Islam (ilustrasi foto: rumahku.com)

Oral seks, yang tidak dijumpai secara tegas dalam hadits, menjadi bahasan tersendiri dalam seksologi Islam. Apakah oral seks diperbolehkan dalam Islam? Secara tegas dilarang, atau ada syarat-syarat dan batasan tertentu yang menjadikannya halal atau haram?

Ketiadaan nash yang sarih inilah yang membuat para ulama berbeda pendapat mengenai oral seks. Sebagian ulama memperbolehkan karena tidak ada dalil yang melarangnya.

“Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu dari mana saja kamu kehendaki” (QS. Al Baqarah ayat 223)

Namun, sebagian ulama lainnya menghukuminya makruh atau melarangnya dengan berargumen menjaga kehormatan (muru’ah), oral seks menjijikkan, dan tidak termasuk menjaga kemaluan seperti ciri orang yang beriman: ’alaa furuujihim yuhaafidhuun..

Perbedaan pendapat ini dan semakin banyaknya pertanyaan tentang oral seks membuat para ulamamuta’akhirin berijtihad dalam masalah ini lebih detail. Dari ijtihad itulah kemudian didapatkan fatwa seputar hukum oral seks ini.

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Dalam buku Sutra Ungu, Abu Umar Basyir mengutip jawaban Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ketika ditanya tentang oral seks. Beliau menjawab, “Itu perilau kurang bagus, namun hukumnya boleh-boleh saja.”

Fatwa Syaikh Mukhtaar As Sinqithi
Dikutip dari buku yang sama, Syaikh Mukhtaar As Sinqithi menyatakan mubah secara mutlak, karena hukum asal dari segala cara berhubungan seks adalah halal. Tentu catatannya, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.

Fatwa Syaikh As Saami Ash Shuqair
Menurut murid utama Syaikh Shalih bi Utsaimin ini, oral seks hukumnya mubah asal tidak sampai menjilat madzi. Jika sampai menjilat cairan najis itu, maka hukumnya haram. Meski mubah, Syaikh ini memberikan catatan: “hanya saja, kami merasa jijik (dengan oral seks itu)”.

Fatwa Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al Jibrin
Ketika ditanya oral seks, beliau menjawab, “Boleh, namun dimakruhkan. Karena asalnya suami istri boleh bersenang-senang satu dan lainnya, menikmati seluruh badan pasangannya kecuali jika ada dalil yang melarang. Boleh antara suami istri menyentuh kemaluan satu dan lainnya dengan tangannya dan memandangnya. Akan tetapi, mencium kemaluan semacam itu tidak disukai oleh jiwa karena masih ada cara lain yang lebih menyenangkan.”

Fatwa Syaikh Yusuf Al Qardhawi
Dikutip dari buku Bahagianya Merayakan Cinta, Syaikh Yusuf Al Qardhawi berfatwa bahwa oral seks diperbolehkan dengan syarat menghindari madzi agar tidak terjilat atau tertelan, serta memperhatikan kebersihan mulut dan kemaluan karena jika tidak terjaga kebersihannya, terdapat potensi bakteri yang membahayakan kesehatan.

Kesimpulan:
Oral seks boleh dilakukan –khususnya untuk foreplay- dengan syarat tidak sampai menjilat madzi atau menelannya, menjaga kebersihan mulut dan kemaluan, dan disepakati oleh suami istri (tidak jijik salah satunya). Wallahu a’lam bish shawab. [Abu Nida]

http://www.bersamadakwah.com/2013/10/oral-seks-dalam-islam.html

HEGEMONI TEORI PEMBANGUNAN VS KONSEP PEMBANGUNAN IDEAL


Membandingkan antara ilmuan Islam dalam memberikan solusi dalam permasalahan umat manusia (bukan hanya dalam bidang agama tapi juga menjawab permasalahan sosial masyarakat) dengan ilmuan Barat,

Maka kita akan menemukan menemukan perbedaan yang sangat jauh, ilmuan Islam memberikan solusi konkret dan integral dalam menjawab permasalah bangsa dan kemanusiaan, sementara ilmuan barat memberikan solusi terbatas, dan parsial yang cenderung hanya bisa diterapkan di negara tertentu saja.
Sebagai contoh dalam usaha melakukan modernisasi bidang pembangunan di negara negara dunia ketiga, sejumlah ilmuan Barat memaparkan Teori:
Teori Pembagian Kerja Secara Internasional (PKSI),
Teori W.W. Rostow: Lima Tahap Pembangunan,
Teori Harrod – Domar: Tabungan dan Investasi,
David McClelland: Dorongan Berprestasi (n-Ach),
Teori Max Weber: Etika Protestan,
Teori Bert F. Hoselitz: Faktor Non Ekonomi,
Teori Alex Inkeles dan David H. Smith: Manusia Sebagai Komponen Penopang Pembangunan,
Andre Gundre Frank dan
Dos Santos: Teori Ketergantungan (Dependency Theory), dan lain sebagainya.

Setiap ilmuan memaparkan teori pada waktu yang berlainan, anehnya padahal satu teori merupakan pelengkap bagi kesempurnaan teori lainnya. Jika gagal satu teori disiapkan teori lainnya, untuk membantahnya. Nuansa para ilmuan ini bekerja sebagai agen agen ekonomi kapitalis pun tidak menutup kemungkinan.

Ada hipotesa bahwa ini semua merupakan akal-akalan negara kapitalis dunia dalam menghegemoni teori-teori pembangunan ini, di undanglah/diberikan beasiswa magister dan doktoral kepada mahasiswa dari negara dunia ketiga, di brain storminglah pemikirannya dengan teori2 dimaksud. Negara-negara dunia ketida dijadikan kelinci percobaan atau juga mainan dalam melaksanakan teori ini.

Teori-teori ini memaparkan realitas, menjawab dan memberi solusi atas kebutuhan dalam memecahkan masalah pertumbuhan dan pembangunan, namun pendapat dan teori-teori yang dihasilkan tersebut terkesan bersifat terlalu khusus, pasial, dan terbatas, padahal permasalahan dan kebutuhan bangsa-bangsa terhadap solusi membutuhkan jawaban yang lebih kompleks, integral, dan menyeluruh.
Untuk itu penulis menawarkan solusi yang dapat dilakukan guna menghasilkan pembangunan yang ideal dengan menerapkan tiga karakteristik pembangunan, yaitu:
1.    Bersifat Integral
Pembangunan disatu sektor tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan di sektor lain. Pembangunan ekonomi misalnya, tidak terlepas dari pembangunan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, pembangunan sistem politik yang bersih dari penyimpangan, penegakan hukum berkeadilan, pengembangan iptek yang bertumpu pada kekuatan sendiri (kemandirian) dan pembangunan sosial budaya yang berakhlak. Sehingga tidak ada ruang bagi arogansi sektoral yang hanya menyempitkan pembangunan pada satu sektor saja. Ini mensyaratkan harus adanya koordinasi yang harmonis antar sektor pembangunan. Sebab inti pembangunan adalah manusia baik sebagai pelaku, objek dan sekaligus tujuan pembangunan.
2.    Bersifat Universal
Harus diakui bahwa keberhasilan pembangunan tergantung pada cara pandang bangsa (Indonesia) terhadap berbagai asset yang dimiliki. Baik aset sumber daya alam (SDA), sosial, politik maupun budaya. Pembangunan tidak akan mencapai hasil yang optimal apabila berbagai modal dasar yang ada dipandang hanya untuk satu generasi saja. Untuk itu perlu dikembangkan pandangan universal, yaitu pandangan yang mencakup lintas generasi, lintas teritorial, bahkan lintas kehidupan.
ñ          Pandangan lintas generasi berarti pembangunan harus dijaga agar tetap dapat berlanjut (sustainable) untuk generasi berikutnya.
ñ          Pandangan lintas teritorial, pembangunan di suatu tempat atau pembangunan wilayah Indonesia tidak dilakukan semena-mena dengan mengabaikan pengaruhnya terhadap tempat dan wilayah lain, seperti tatanan sosial, kemanusiaan, dan kerusakan alam.
ñ          Pandangan lintas kehidupan (dalam hal ini akhirat), membuat segala aktivitas dalam pembangunan sebagai bagian dari ekspresi religiusitas mereka. Bahkan, bangsa Indonesia akan diakui dunia sebagai bangsa yang membawa rahmat bagi seluruh alam karena pandangan yang universal tersebut. Karena religiusitas bertujuan membawa manusia dalam interaksi kemanusiaan yang berkedamaian.

3.    Partisipasi Total
Pembangunan merupakan hak sekaligus kewajiban masyarakat, bukan hanya negara. Karenanya pemberdayaan masyarakat, baik pemberdayaan politis maupun ekonomis akan mengantarkan rakyat pada posisi sejajar sebagai mitra pemerintah, yang duduk bersama-sama untuk merumuskan kepentingan bersama. Partisipasi total dari masyarakat – pengusaha – pemerintah, serta kerjasama internasional, yang merupakan lintas komponen dan lintas aktor adalah keniscayaan dalam mengelola pembangunan dengan pandangan yang bersifat integral, global dan universal menuju keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan.
Dalam hal ini, aktor pembangunan nasional ada tiga komponen, yaitu: pemerintah – dunia usaha – masyarakat. Ketiga komponen ini harus bekerjasama secara egaliter tanpa ada upaya untuk saling mendominasi, memonopoli, dan mereduksi peran masing-masing. Dalam bingkai ini pemerintah hendaknya sedapat mungkin mengambil fungsi minimalis menjadi fasilitator dan administrator melalui berbagai regulasi penting dan strategis.


Kiranya konsep ini akan melahirkan hasil pembangunan dan pertumbuhan yang lebih bermartabat, terhindar dari intrik pertentangan kelas, dan upaya saling mendominasi peran, maupun mereduksi peran sebagian yang lain. Sehingga pembangunan yang dihasilkan lebih merata, berkesinambungan, serta menyeluruh.

Minggu, 12 Januari 2014

ANCOR NEGERI INI BAH..! SBY MELEGALKAN MIRAS DENGAN NAMA TUHAN YME

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al A’raf: 96)

Foto: SBY Terbitkan Perpres Melegalkan Miras Dengan Nama Tuhan http://goo.gl/sFbhSBPantas saja negeri ini banyak ditimpa bala, bencana dan musibah, para pemimpinnya bermaksiat kepada Allah SWT.

Baru saja Kepres Miras No 3 tahun 1997 berhasil dicabut pada Juni 2013 lalu, dan perjuangan umat Islam untuk mendesak setiap pemerintah daerah agar menerbitkan perda anti miras baru saja dimulai. Namun pada 6 Desember 2013 lalu, presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) malah menerbitkan peraturan presiden (perpres) baru tentang pengendalian minuman beralkohol (mihol) no 74 tahun 2013. Dengan keluarnya Perpres itu, pemerintah secara resmi menetapkan bahwa minuman beralkohol boleh beredar kembali dengan pengawasan.
Dalam perpres tersebut, mihol dikelompokkan dalam tiga golongan. Pertama, mihol golongan A adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanil (C2H5OH) dengan kadar sampai dengan 5 %.

Kedua, mihol golongan B adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih dari lima sampai 20 %. Ketiga, mihol golongan C, yaitu minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih dari 20-55 %.

Pasal 7 perpres ini menegaskan, minuman beralkohol golongan A, B, dan C hanya boleh dijual di sejumlah tempat. Di antaranya, hotel, bar, dan restoran yang memenuhi persyaratan. Selain itu, mihol juga bisa diperjualbelikan di toko bebas bea.

Aturan tersebut jelas akan melegalkan peredaran miras di negeri mayoritas muslim ini, dan sekaligus akan menjadi senjata bagi kelompok pro miras untuk mencabut perda-perda anti miras yang sudah ada. Yang membuat miris, peraturan minuman memabukkan tersebut dikeluarkan SBY dengan diawali kalimat "Rahmat Tuhan Yang Maha Esa".

Menurut Sekjen Forum Umat Islam (FUI), KH. Muhammad al Khaththath, dengan membawa nama Tuhan dalam menetapkan sesuatu yang diharamkan oleh Tuhan adalah bentuk pelecehan. "Itu namanya meledek Tuhan Yang Maha Kuasa," ujarnya kepada Suara Islam Online, Senin (6/1/2014).

"Perpres yang membolehkan diproduksi, didistribusi, dan dikonsumsinya miras jelas harus dibatalkan karena bertentangan dengan Tuhan Yang Maha Esa yakni Allah Yang Maha Kuasa yang telah mengharamkan miras didalam al Quran," tambah Ustaz Al Khaththath.

Sekjen FUI ini juga menyebutkan ayat yang berkaitan dengan haramnya khamr (minuman keras). Ayat tersebut terdapat didalam surat Al Maidah 90-91, Allah Swt berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya khamr (minuman keras), berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (QS. Al Maidah 90-91).

PELAJAR MUSLIMAH TIDAK BOLEH BERJILBAB DI BALI

SMAN 2 Denpasar Ini Daftar Sekolah Negeri di Bali yang Melarang Siswinya BerjilbabPELARANGAN jilbab di sekolah-sekolah negeri di Bali mengundang keprihatinan banyak pihak. Tim Advokasi Pembelaan Hak Pelajar Muslim Bali menemukan beberapa sekolah negeri yang melakukan pelarangan serupa, di antaranya:
1. SMAN 1 Kuta Utara
2. SMAN 1 Kuta Selatan
3. SMAN 1 Singaraja
4. SMAN 2 Denpasar
5. SMPN 1 Kuta Selatan
6. SMPN 1 Singaraja
7. SMPN 3 Singaraja
5 1 Ini Dia Aturan di SMPN 1 Singaraja yang Melarang Siswi Menggunakan JilbabMenurut Ketua Tim Advokasi Helmi Al Djufri, adanya pelarangan jilbab di sekolah sekolah negeri ini mengakibatkan buruknya citra Bali dimata publik.
“Masyarakat Bali adalah masyarakat yang sangat ramah dan santun, namun banyak oknum kepala sekolah yang arogan dalam menetapkan kebijakan di sekolah-sekolah negeri. Kepala sekolah merasa sekolah adalah wiayah kekuasaannya, akhirnya citra masyrakat Bali jadi tidak baik di mata masyarakat Indonesia pada umumnya,” jelas Helmi kepada Islampos melalui pesan singkat (7/1).
4 Ini Dia Aturan di SMPN 1 Singaraja yang Melarang Siswi Menggunakan JilbabWalau secara umum interaksi masyarakat di Bali tidak terganggu dengan persoalan pelarangan jilbab ini, yang mengkhawatirkan adalah adanya pendangkalan aqidah di tengah-tengah kaum Muslim Bali akibat larangan ini.
“Karena animo larangan itu sudah sangat besar, akhirnya pelajar Muslimah jadi sudah tidak terpikirkan lagi urusan akidah dan keimanan. Buat kami ini adalah pendangkalan keimanan secara sistemik melalui jalur pendidikan,” paparnya. [eza/Islampos]
Jilbab pelajar Ini Daftar Pelajar yang Dilarang Berjilbab di Bali
KETUA Tim Advokasi Pembelaan Hak Pelajar Muslim di Bali, Helmy Al Djufri menekankan kasus pelarangan Jilbab di Bali tidak hanya menimpa satu sekolah saja, tapi merata di beberapa sekolah.
Helmi mengatakan bahwa timnya berhasil menemukan pelarangan Jilbab juga terjadi pada 3 siswi SMPN 3 Kuta Selatan, 1 siswi SMAN 1 Kuta Selatan, 1 siswi SMAN 1 Kuta Utara, 1 siswi SMAN 2 Denpasar.
“Mereka pernah memakai jilbab di sekolah namun dilarang oleh Pihak Sekolah dengan penekanan untuk pindah sekolah jika mau memakai jilbab,” katanya dalam rilisnya kepada Islampos, Selasa (7/1) dari Denpasar.
Tim Advokasi juga telah melakukan wawancara dengan 4 siswi yang ingin memakai jilbab di sekolahnya namun dilarang pihak sekolah di antaranya 1 siswi SMAN 1 Singaraja, 1 siswi SMPN 1 Singaraja, 2 siswi SMPN 3 Singaraja.
Hingga berita ini diturunkan, Tim Advokasi masih berada di Bali untuk melakukan konsolidasi menyelasaikan masalah ini. Senin (6/1), pihaknya juga telah mendatangi Sekolah SMAN 2 Denpasar. Sayangnya, Kepala Sekolah tidak bisa ditemui.
“Kami hanya bertemu dengan Bapak Rahmat Bayu (Sekretaris Kepala Sekolah) dan melayangkan surat kunjungan shilaturahim PB PII untuk Kepala  Sekolah SMAN 2 Denpasar,” jelasnya.
KEPALA Sekolah SMA Negeri 2 Denpasar, Bali, I Ketut Sunarta, mengatakan aturan sekolahnya yang tidak mengizinkan siswi berjilbab sudah dilakukan sejak lama. Hal ini tercantum dalam buku Student Diary yang di dalamnya terdapat gambar contoh berseragam bagi laki-laki dan perempuan.
“Student Diary adalah patokan aturan dalam berseragam dan aturan lainnya di sekolah yang harus ditaati semua murid. Awalnya aturan tersebut berasal dari OSIS sebelum tahun 90an. Saya menganggap itu relevan,” kata I Ketut saat ditemui Tim Advokasi Pembelaan Hak Pelajar Muslim Bali, Rabu (8/1) di Denpasar.
I Ketut mengakui bahwa aturan tata tertib sekolah belum mengatur sampai pada koridor agama Islam dan agama lain. Saat menjabat Kepala Sekolah, I Ketut memtusukan untuk membuat aturan yang sudah ada dengan diterbitkan SK Peraturan Tata Tertib Siswa SMA Negeri 2 Denpasar Nomor: 421/959/SMAN.2. Tanggal 14 Juni 2012.
“Agar seluruh murid berpakaian seragam,” katanya.
Sejak mengajar di SMAN 2 Denpasar pada tahun 80an, dia mengakui bahwa saat itu memang masih ada murid-murid pelajar muslimah memakai jilbab.
“Karena memang dahulu aturan sekolah tidak ditegakkan, jadi pelajar muslimah masih bisa memakai jilbab,” ungkapnya.
Namun saat  menjabat sebagai Kepala Sekolah, dia langsung menyusun aturan yang dahulu dengan penertiban khususnya dalam berseragam.
“Dengan tidak mengizinkan Anita untuk berjilbab semata-mata dalam rangka menegakkan aturan sekolah, bukan bermaksud melarang,”
menag suryadharma Pelajar Muslimah Bali Dilarang Berjilbab, Ini Komentar Menteri Agama
[pz/Islampos]


MENTERI Agama Suryadharma Ali menyatakan prihatin terhadap larangan siswa berjilbab. Sebab, selain bertentangan dengan ketentuan peraturan bahwa dalam pendidikan tidak ada lagi diskrimintatif, juga berlawanan dengan upaya peningkatan akhlak bagi siswa itu sendiri.

“Saya prihatin, bahwa sampai hari ini masih ada diskriminatif dalam dunia pendidikan,” kata Menag seusai meluncurkan program Seleksi Prestasi Akademik Nasional Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) dan ujian penerimaan mahasiswa baru PTAIN di Jakarta, Selasa (7/1).

BEGINILAH NASIB UMAT ISLAM kalau dalam kondisi minoritas.... bandingkan umat agama lain dalam naungan mayoritas  Islam.

MUHAMMAD HATTA, SANG HARIMAU ANDALAS

Harimau Sumatera itu bernama Dr. (HC) Drs. Mohammad Hatta
Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha. Ayahnya merupakan seorang keturunan ulama tarekat di Batuhampar, dekat Payakumbuh, Sumatera Barat. Sedangkan ibunya berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi. Ia lahir dengan nama Muhammad Athar pada tanggal 12 Agustus 1902. Namanya, Athar berasal dari bahasa Arab, yang berarti "harum". Ia merupakan anak kedua, setelah Rafiah yang lahir pada tahun 1900. Sejak kecil, ia telah dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam. Kakeknya dari pihak ayah, Abdurahman Batuhampar dikenal sebagai ulama pendiri Surau Batuhampar, sedikit dari surau yang bertahan pasca-Perang Padri. Sementara itu, ibunya berasal dari keturunan pedagang. Beberapa orang mamaknya adalah pengusaha besar di Jakarta.
Ayahnya meninggal pada saat ia masih berumur tujuh bulan. Setelah kematian ayahnya, ibunya menikah dengan Agus Haji Ning, seorang pedagang dari Palembang, Haji Ning sering berhubungan dagang dengan Ilyas Bagindo Marah, kakeknya dari pihak ibu. Dari perkawinan Siti Saleha dengan Haji Ning, mereka dikaruniai empat orang anak, yang kesemuanya adalah perempuan.

PENDIDIKAN DAN PERGAULAN
Mohammad Hatta pertama kali mengenyam pendidikan formal di sekolah swasta.[6] Setelah enam bulan, ia pindah ke sekolah rakyat dan sekelas dengan Rafiah, kakaknya. Namun, pelajarannya berhenti pada pertengahan semester kelas tiga. Ia lalu pindah ke ELS di Padang (kini SMA Negeri 1 Padang) sampai tahun 1913, kemudian melanjutkan ke MULO sampai tahun 1917. Selain pengetahuan umum, ia telah ditempa ilmu-ilmu agama sejak kecil. Ia pernah belajar agama kepada Muhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa ulama lainnya. Selain keluarga, perdagangan memengaruhi perhatian Hatta terhadap perekonomian. Di Padang, ia mengenal pedagang-pedagang yang masuk anggota Serikat Usaha dan juga aktif dalam Jong Sumatranen Bond sebagai bendahara. Kegiatannya ini tetap dilanjutkannya ketika ia bersekolah di Prins Hendrik School. Mohammad Hatta tetap menjadi bendahara di Jakarta.
Kakeknya bermaksud akan ke Mekkah, dan pada kesempatan tersebut, ia dapat membawa Mohammad Hatta melanjutkan pelajaran di bidang agama, yakni ke Mesir (Al-Azhar). Ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas surau di Batu Hampar yang memang sudah menurun semenjak ditinggalkan Syaikh Abdurrahman. Tapi, hal ini diprotes dan mengusulkan pamannya, Idris untuk menggantikannya. Menurut catatan Amrin Imran, Pak Gaeknya kecewa dan Syekh Arsyad pada akhirnya menyerahkan kepada Tuhan.

PERJUANGAN & PERGERAKAN
1921-1932: SEWAKTU DI BELANDA

Hatta (pertama dari kanan) bersama para pengurus Perhimpunan Indonesia, pada waktu itu (tahun 1925) Hatta masih berstatus seorang bendahara di situ
Pergerakan politik ia mulai sewaktu bersekolah di Belanda dari 1921-1932. Ia bersekolah di Handels Hogeschool (kelak sekolah ini disebut Economische Hogeschool, sekarang menjadi Universitas Erasmus Rotterdam), selama bersekolah di sana, ia masuk organisasi sosial Indische Vereniging yang kemudian menjadi organisasi politik dengan adanya pengaruh Ki Hadjar Dewantara, Cipto Mangunkusumo, dan Douwes Dekker. Pada tahun 1923, Hatta menjadi bendahara dan mengasuh majalah Hindia Putera yang berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Pada tahun 1924, organisasi ini berubah nama menjadi Indische Vereniging (Perhimpunan Indonesia; PI).
Pada tahun 1926, ia menjadi pimpinan Perhimpunan Indonesia. Sebagai akibatnya, ia terlambat menyelesaikan studi. Di bawah kepemimpinannya, PI mendapatkan perubahan. Perhimpunan ini lebih banyak memperhatikan perkembangan pergerakan di Indonesia dengan memberikan banyak komentar, dan banyak ulasan di media massa di Indonesia. Setahun kemudian, ia seharusnya sudah berhenti dari jabatan ketua, namun ia dipilih kembali hingga tahun 1930. Pada Desember 1926, Semaun dari PKI datang kepada Hatta untuk menawarkan pimpinan pergerakan nasional secara umum kepada PI, selain itu dia dan Semaun membuat suatu perjanjian bernama "Konvensi Semaun-Hatta". Inilah yang dijadikan alasan Pemerintah Belanda ingin menangkap Hatta. Waktu itu, Hatta belum meyetujui paham komunis. Stalin membatalkan keinginan Semaun, sehingga hubungan Hatta dengan komunisme mulai memburuk. Sikap Hatta ini ditentang oleh anggota PI yang sudah dikuasai komunis.
Pada tahun 1927, ia mengikuti sidang "Liga Menentang Imperialisme, Penindasan Kolonial dan untuk Kemerdekaan Nasional" di Frankfurt. Dalam sidang ini, pihak komunis dan utusan dari Rusia nampak ingin menguasai sidang ini, sehingga Hatta tidak bisa percaya terhadap komunis. Pada waktu itu, majalah PI, Indonesia Merdeka masuk dengan mudah ke Indonesia lewat penyelundupan, karena banyak penggeledahan oleh pihak kepolisian terhadap kaum pergerakan yang dicurigai.

Pada 25 September 1927, Hatta bersama Ali Sastroamidjojo, Nazir Datuk Pamuntjak, dan Madjid Djojohadiningrat ditangkap oleh penguasa Belanda atas tuduhan mengikuti partai terlarang yang dikait-kaitkan dengan Semaun, terlibat pemberontakan di Indonesia yang dilakukan PKI dari tahun 1926-1927, dan menghasut (opruiing) supaya menentang Kerajaan Belanda. Moh. Hatta sendiri dihukum tiga tahun penjara.[22] Mereka semua dipenjara di Rotterdam.[23] Dia juga dituduh akan melarikan diri, sehingga dia yang sedang memperkenalkan Indonesia ke kota-kota di Eropa sengaja pulang lebih cepat begitu berita ini tersebar.[24]
Mohammad Hatta bersama Abdulmadjid Djojohadiningrat, Nazir Datuk Pamuntjak, dan Ali Sastroamidjojo
Semua tuduhan tersebut, ia tolak dalam pidatonya "Indonesia Merdeka" (Indonesie Vrij) pada sidang kedua tanggal 22 Maret 1928.[23] Pidato ini sampai ke Indonesia dengan cara penyelundupan. Ia juga dibela 3 orang pengacara Belanda yang salah satunya berasal dari parlemen. Yang dari parlemen, bernama J.E.W. Duys. Tokoh ini memang bersimpati padanya. Setelah ditahan beberapa bulan, mereka berempat dibebaskan dari tuduhan, karena tuduhan tidak bisa dibuktikan.[25]
Sampai pada tahun 1931, Mohammad Hatta mundur dari kedudukannya sebagai ketua karena hendak mengikuti ujian sarjana, sehingga ia berhenti dari PI; namun demikian ia akan tetap membantu PI. Akibatnya, PI jatuh ke tangan komunis, dan mendapat arahan dari partai komunis Belanda dan juga dari Moskow. Setelah tahun 1931, PI mengecam keras kebijakan Hatta dan mengeluarkannya dari organisasi ini. PI di Belanda mengecam sikap Hatta sebab ia bersama Soedjadi mengkritik secara terbuka terhadap PI. Perhimpunan menahan sikap terhadap kedua orang ini.
Pada Desember 1931, para pengikut Hatta segera membuat gerakan tandingan yang disebut Gerakan Merdeka yang kemudian bernama Pendidikan Nasional Indonesia yang kelak disebut PNI Baru. Ini mendorong Hatta dan Syahrir yang pada saat itu sedang bersekolah di Belanda untuk mengambil langkah kongkret untuk mempersiapkan kepemimpinan di sana. Hatta sendiri merasa perlu untuk menyelesaikan studinya terlebih dahulu. Oleh karenanya, Syahrir terpaksa pulang dan untuk memimpin PNI. Kalau Hatta kembali pada 1932, diharapkan Syahrir dapat melanjutkan studinya.

1932-1941: PENGASINGAN
Sekembalinya ia dari Belanda, ia ditawarkan masuk kalangan Sosialis Merdeka (Onafhankelijke Socialistische Partij, OSP) untuk menjadi anggota parlemen Belanda, dan menjadi perdebatan hangat di Indonesia pada saat itu. Pihak OSP mengiriminya telegram pada 6 Desember 1932, yang berisi kesediaannya menerima pencalonan anggota Parlemen. Ini dikarenakan ia berpendapat bahwa ia tidak setuju orang Indonesia menjadi anggota dalam parlemen Belanda. Sebenarnya dia menolak masuk, dengan alasan ia perlu berada dan berjuang di Indonesia. Namun, pemberitaan di Indonesia mengatakan bahwa Hatta menerima kedudukan tersebut, sehingga Soekarno menuduhnya tidak konsisten dalam menjalankan sistem non-kooperatif.
Setelah Hatta kembali dari Belanda, Syahrir tidak bisa ke Belanda karena keduanya keburu ditangkap Belanda pada 25 Februari 1934 dan dibuang ke Digul, dan selanjutnya ke Banda Neira. Baik di Digul maupun Banda Neira, ia banyak menulis di koran-koran Jakarta, dan ada juga untuk majalah-majalah di Medan. Artikelnya tidak terlalu politis, namun bersifat lebih menganalisis dan mendidik pembaca. Ia juga banyak membahas pertarungan kekuasaan di Pasifik.

Semasa diasingkan ke Digul, ia membawa semua buku-bukunya ke tempat pengasingannya. Di sana, ia mengatur waktunya sehari-hari. Pada saat hendak membaca, ia tak mau diganggu. Sehingga, beberapa kawannya menganggap dia sombong. Ia juga merupakan sosok yang peduli terhadap tahanan. Ia menolak bekerja sama dengan penguasa setempat, misalnya memberantas malaria. Apabila ia mau bekerja sama, ia diberi gaji f 7.50 sebulan. Namun, kalau tidak, ia hanya diberi gaji f 2.50 saja. Gajinya itu tidak ia habiskan sendiri. Ia juga peduli terhadap kawannya yang kekurangan.
Di Digul, selain bercocok tanam, ia juga membuat kursus kepada para tahanan. Di antara tahanan tersebut, ada beberapa orang yang ibadah shalat dan puasanya teratur; baik dari Minangkabau maupun Banten. Tapi, mereka ditangkap karena -pada umumnya- terlibat pemberontakan komunis. Pada masa itu, ia menulis surat untuk iparnya untuk dikirimi alat-alat pertukangan seperti paku dan gergaji. Selain itu, dia juga menceritakan nasib orang-orang buangan dalam surat itu. Kemudian, ipar Hatta mengirim surat itu ke koran Pemandangan di Jakarta dan segera surat itu dimuat. Surat itu dibaca menteri jajahan pada saat itu, Colijn. Colijn mengecam pemerintah dan segera mengirim residen Ambon untuk menemui Hatta di Digul. Maka uang diberikan untuknya, Hatta menolak dan ia juga meminta supaya kalau mau ditambah, diberikan juga kepada pemimpin lain yang hidup dalam pembuangan.

Pada 1937, ia menerima telegram yang mengatakan dia dipindah dari Digul ke Banda Neira. Hatta pindah bersama Syahrir pada bulan Februari pada tahun itu, dan mereka menyewa sebuah rumah yang cukup besar. Di situ, ada beberapa kamar dan ruangan yang cukup besar. Adapun ruangan besar itu digunakannya untuk menyimpan bukunya dan tempat bekerjanya.
Sewaktu di Banda Neira, ia bercocok tanam dan menulis di koran "Sin Tit Po" (dipimpin Lim Koen Hian; bulanan ini berhenti pada 1938) dengan honorarium f 75 dalam Bahasa Belanda. Kemudian, ia menulis di Nationale Commantaren (Komentar Nasional; dipimpin Sam Ratulangi) dan juga, ia menulis di koran Pemandangan dengan honorarium f 50 sebulan per satu/dua tulisan. Hatta juga pernah menerima tawaran Kiai Haji Mas Mansur untuk ke Makassar, dia menolak dengan alasan kalaupun dirinya ke Makassara dia masih berstatus tahanan juga. Waktu itu, sudah ada Cipto Mangunkusumo dan Iwa Kusumasumantri. Mereka semua sudah saling mengenal.
Selain itu, di Banda Neira, Hatta juga mengajar kepada beberapa orang pemuda. Anak dr. Cipto belajar tata-buku dan sejarah. Ada juga anak asli daerah Banda Neira yang belajar kepada Hatta. Ada seorang kenalan Hatta dari Sumatera Barat yang mengirimkan dua orang kemenakannya untuk belajar ekonomi dan juga sejarah. Selain itu, dari Bukittinggi dikirim Anwar Sutan Saidi sebanyak empat orang pemuda yang belajar kepada Hatta.
Pada tahun 1941, Mohammad Hatta menulis artikel di koran Pemandangan yang isinya supaya rakyat Indonesia jangan memihak kepada baik ke pihak Barat ataupun fasisme Jepang. Kelak, di zaman Jepang tulisan Hatta dijadikan bahan oleh penguasa Jepang untuk tidak percaya Hatta selama Perang Pasifik. Yang mana, kelak tulisan Hatta dibaca Murase, seorang Wakil Kepala Kenpeitei (dinas intelijen) dan menyarankan Hatta agar mengikuti Nippon Sheisin di Tokyo pada November 1943.

1942-1945: PENJAJAHAN JEPANG

Pada tanggal 8 Desember 1941, angkatan perang Jepang menyerang Pearl Harbor, Hawaii. Ini memicu Perang Pasifik, dan setelah Pearl Harbor, Jepang segera menguasai sejumlah daerah, termasuk Indonesia. Dalam keadaan genting tersebut, Pemerintah Belanda memerintahkan untuk memindahkan orang-orang buangan dari Digul ke Australia, karena khawatir kerjasama dengan Jepang. Hatta dan Syahrir dipindahkan pada Februari 1942, ke Sukabumi setelah menginap sehari di Surabaya dan naik kereta api ke Jakarta. Bersama kedua orang ini, turut pula 3 orang anak-anak dari Banda yang dijadikan anak angkat oleh Syahrir.

Setelah itu, ia dibawa kembali ke Jakarta. Ia bertemu Mayor Jenderal Harada. Hatta menanyakan keinginan Jepang datang ke Indonesia. Harada menawarkan kerjasama dengan Hatta. Kalau mau, ia akan diberi jabatan penting. Hatta menolak, dan memilih menjadi penasihat. Ia dijadikan penasihat dan diberi kantor di Pegangsaan Timur dan rumah di Oranje Boulevard (Jalan Diponegoro). Orang terkenal di masa sebelum perang, baik orang pergerakan, atau mereka yang bekerjasama dengan Belanda, diikut sertakan seperti Abdul Karim Pringgodigdo, Surachman, Sujitno Mangunkususmo, Sunarjo Kolopaking, Supomo, dan Sumargo Djojohadikusumo. Pada masa ini, ia banyak mendapat tenaga-tenaga baru. Pekerjaan di sini, merupakan tempat saran oleh pihak Jepang. Jepang mengharapkan agar Hatta memberikan nasehat yang menguntungkan mereka, malah Hatta memanfaatkan itu untuk membela kepentingan rakyat.