Teori Tahapan
Pertumbuhan Ekonomi yang dikemukakan oleh Walt Whitman Rostow dari linear stage of growth theory didasarkan
pada pengalaman dan pengamatan pembangunan
yang telah dialami sebelumnya oleh negara-negara maju terutama di Eropa sejak
abad pertengahan hingga abad modern, kemudian diformulasikan menjadi
tahap-tahap evolusi dari suatu pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh
negara-negara tersebut.
I. Tahap-Tahap Linear Pertumbuhan
Ekonomi Rostow
Tahap-tahap pertumbuhan
ekonomi yang linear (mono-economic
approach) inilah yang menjadi syarat pembangunan untuk mencapai ‘status
lebih maju’. Rostow membagi proses pembangunan ke dalam lima tahapan yaitu:
1.
Tahap
Masyarakat Tradisional (the traditional society)
Masyarakat tradisional diartikan
sebagai suatu struktur masyarakat yang strukturnya berkembang di sepanjang
fungsi produksi berdasarkan ilmu dan teknologi pra-Newton dan sebagai hasil
pandangan pra-Newton terhadap dunia fisika (Rostow, The Stages Of Economic Growth, 1960 dalam Jhingan. 2012: 142).
Adapun karakteristiknya adalah sebagai berikut:
ñ
Pertanian padat tenaga kerja;
ñ
Belum mengenal ilmu pengetahuan dan
teknologi (era Newton);
ñ
Ekonomi mata pencaharian;
ñ
Hasil-hasil tidak disimpan atau
diperdagangkan; dan
ñ
Adanya sistem barter.
Ini tidak berarti bahwa dalam
masyarakat seperti itu sama sekali tidak terjadi perubahan ekonomi. Sebenarnya,
banyak tanah dapat digarap, skala dan pola perdagangan dapat diperluas,
manufaktur dapat dibangun dan produktivitas pertanian dapat ditingkatkan
sejalan dengan peningkatan penduduk dan pendapatan. Hanya saja tidak ada daya
cipta dan pembaruan, tetapi karena tidak ada sarana dan pandangan pasca Newton
terhadap dunia fisika.
Struktur sosial masyarakat seperti
itu bersifat berjenjang; hubungan darah dan keluarga memainkan peranan yang
menentukan. Kekuasaan politik terpusat di daerah, di tangan bangsawan pemilik
tanah yang didukung oleh sekelompok serdadu dan pegawai negeri. Lebih dari 75%
penduduk yang bekerja bergerak dibidang pertanian. Pertanian biasanya menjadi
sumber utama pendapatan negara dan para bangsawan, yang kemudian dihamburkan
untuk pembangunan candi atau monument, pesta penguburan, perkawinan, atau untuk
perang (Jhingan. 2012: 142).
2.
Tahap
Pembentukan Prasyarat Tinggal Landas (the preconditions for takeoff)
Tahap kedua dari proses pertumbuhan
Rostow ini pada dasarnya merupakan proses transisi dari masyarakat agraris
menuju masyarakat industri. Sektor industri mulai berkembang di samping sektor
pertanian yang masih memegang peranan penting dalam perekonomian. Tahap kedua
ini merupakan tahap menentukan bagi persiapan menuju tahap-tahap pembangunan
berikutnya yang menentukan, yaitu tahap tinggal landas. (Mudrajad. 2006: 52). Tahap ini yang ditandai dengan:
ñ
Pendirian industri-industri
pertambangan;
ñ
Peningkatan penggunaan modal dalam
pertanian;
ñ
Perlunya pendanaan asing;
ñ
Tabungan dan investasi meningkat;
ñ
Terdapat lembaga dan organisasi tingkat
nasional;
ñ
Adanya elit-elit baru;
ñ
Perubahan seringkali dipicu oleh gangguan
dari luar.
Hanya saja prasyarat tersebut
muncul tidak dari dalam, tetapi merupakan desakan dari luar. Di Eropa misalnya
(kecuali Inggris), tahap penciptaan penciptaan prasyarat ini berakhir dengan
berkuasanya Napoleon Bonaparte yang tentaranya berhasil menanamkan sikap dan
gagasan-gagasan baru (semangat Renaissance)
yang melahirkan perubahan struktur masyarakat tradisional dan meratakan jalan
bagi penyatuan Jerman dan Italia (Jhingan. 2012: 142).
Pada tahap ini perekonomian mulai
bergerak dinamis, industri-industri bermunculan, perkembangan teknologi yang
pesat, dan lembaga keuangan resmi sebagai penggerak dana mulai bermunculan,
serta terjadi investasi besar-besaran terutama pada industri manufaktur. Tahap
ini merupakan tonggak dimulainya industrialisasi. Industrialisasi dapat
dipertahankan jika dipenuhi prasyarat sebagai berikut: pertama, peningkatan
investasi di sektor infrastruktur/prasarana terutama transportasi; kedua,
terjadi revolusi teknologi di bidang pertanian untuk memenuhi peningkatan permintaan
penduduk yang semakin besar; ketiga, perluasan impor, termasuk impor modal yang
dibiayai produksi yang efisien dan pemasaran sumber alam untuk ekspor. Proses
pembangunan dan industrialisasi yang berkelanjutan akan terjadi dengan
menanamkan kembali keuntungan yang diperoleh dalam sektor yang menguntungan (Mudrajad.
2006: 53).
3.
Tahap
Tinggal Landas (the
take-off)
Tahap tinggal landas merupakan
tahap yang menentukan dalam keseluruhan proses pembangunan bagi kehidupan masyarakat. Pengalaman negara-negara Eropa
menunjukkan bahwa tahap ini berlaku dalam waktu yang relatif pendek yaitu
kira-kira dua dasawarsa (Mudrajad. 2006: 53). Tahap ini ditandai dengan:
ñ
Industrialisasi meningkat;
ñ
Tabungan dan investasi semakin
meningkat;
ñ
Peningkatan pertumbuhan regional;
ñ
Tenaga kerja di sektor pertanian
menurun;
ñ
Stimulus ekonomi berupa revolusi
politik,
ñ
Inovasi teknologi,
ñ
Perubahan ekonomi internasional,
ñ
Laju investasi dan tabungan meningkat 5 – 10 persen dari Pendapatan nasional,
ñ
Sektor usaha pengolahan (manufaktur),
ñ
Pengaturan kelembagaan (misalnya sistem
perbankan).
Hofsteede
(1991: 132) menyebutkan konsep lepas landas Indonesia berbeda dengan konsep
Rostow. Syarat-syarat kemampuan lepas landas meliputi:
·
Keseimbangan antar sektor
·
Keseimbangan regional
·
Struktur dan fungsi kelembagaan ekonomi
·
Peranan sektor domestik dan luar negeri
·
Kesinambungan pembangunan
4.
Tahap
Pergerakan Menuju Kematangan/Kedewasaan Ekonomi
(the drive to maturity)
Tahap ini ditandai dengan penerapan
secara efektif teknologi modern terhadap sumber daya yang dimiliki. Tahapan ini
juga ditandai dengan munculnya beberapa sektor penting baru. Pada saat negara
berada pada tahap kedewasaan teknologi (Mudrajad. 2006: 54). Adapun ciri-ciri
pada tahapan ini antara lain:
ñ
Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan;
ñ
Diversifikasi industri;
ñ
Penggunaan teknologi secara meluas;
ñ
Pembangunan di sektor-sektor baru;
ñ
Investasi dan tabungan meningkat 10 – 20
persen dari pendapatan nasional.
Rostow memaparkan tahun-tahun
simbolik kematangan teknologi pada negara-negara berikut ini:
-
Inggris 1850 - Swedia 1930
-
Amerika Serikat 1900 -
Jepang 1940
-
Jerman 1910 - Rusia 1950
-
Perancis 1910 - Kanada 1950
Pada waktu suatu negara berada pada
tahap kedewasaan teknologi, ada tida perubahan penting terjadi:
Pertama,
sifat tenaga kerja berubah menjadi terdidik. Orang lebih suka tingga di kota
daripada di desa. Upah mulai meningkat dan para pekerja mengorganisasi diri
untuk mendapatkan jaminan sosial dan ekonomi yang lebih besar.
Kedua,
watak
para pengusaha berubah. Pekerja keras dan kasar berubah menjadi manajer halus
dan sopan.
Ketiga,
masyarakat merasa bosan pada keajaiban industrialisasi dan menginginkan sesuatu
yang baru menuju perubahan lebih jauh (Jhingan. 2012: 149).
5.
Tahap
Era Konsumsi-Massal Tingkat Tinggi (the age of high mass-consumption)
Tahap ini ditandai dengan:
ñ
Proporsi ketenagakerjaan yang tinggi di
bidang jasa;
ñ
Meluasnya konsumsi atas barang-barang
yang tahan lama dan jasa;
ñ
Peningkatan atas belanja jasa-jasa
kemakmuran
Tahap
konsumsi massa tinggi merupakan akhir dari tahapan pembangunan yang dikemukan
oleh Rostow. Pada tahap ini akan ditandai dengan terjadinya migrasi
besar-besaran dari masyarakat pusat perkotaan ke pinggiran kota, akibat
pembangunan pusat kota sebagai sentra bagi tempat bekerja. Pada fase ini
terjadi perubahan orientasi dari pendekatan penawaran (supply side) menuju pendekatan permintaan (demand
side) dalam sistem produksi yang dianut. Sementara itu terjadi pula
pergeseran perilaku ekonomi yang semula lebih banyak menitikberatkan pada sisi
produksi kini beralih ke sisi konsumsi. Orang mulailah berfikir bahwa
kesejahteraan bukanlah permasalahan individu, yang hanya dipecahkan dengan
mengkonsumsi barang sebanyak mungkin. Namun lebih dari itu mereka memandang
kesejahteraan dalam cakupan yang lebih luas, yaitu kesejahteraan masyarakat
bersama dalam arti luas (Mudrajad. 2006: 55).
Amerika
Serikat merupakan satu-satunya negara yang pertama kali mencapai era konsumsi
massa ini, yaitu sekitar tahun 1920. Hal yang sama kemudian diikuti oleh
beberapa negara eropa Barat. Satu-satunya negara di Asia yang telah mencapai
tahap tersebut adalah Jepang (Mudrajad. 2006: 55).
II. Kritik Terhadap Teori Rostow
Pertumbuhan ekonomi menurut Rostow mencakup
perubahan dalam orientasi kemasyarakatan, antara lain: orientasi ekonomi,
politik, sosial yang awalnya mengarah ke dalam menjadi berorientasi ke luar; pandangan
masyarakat mengenai pengurangan jumlah anggota keluarga; kecenderungan
penanaman modal pada sektor yang bertahan lama dan menguntungkan; dan pandangan
bahwa manusia harus memanipulasi keadaan dan alam untuk mencapai kemajuan. Teori
Rostow ini dipandang bersifat sangat umum
dan tidak secara terperinci mengadakan perubahan corak sektor dalam proses
pembangunan. Analisanya lebih menitikberatkan pada peranan faktor tertentu
dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi (Masykur, 1992).
Pentahapan pembangunan
yang digambarkan oleh Rostow menyimpulkan bahwa suatu tahapan tidak dapat
terjadi tanpa melalui tahapan yang lain. Hal ini terjadi karena teori ini
merupakan pola penggambaran sejarah pembangunan yang dilakukan negara-negara Eropa yang memiliki struktur
sosial dan budaya yang apan. Interaksi Barat akibat kolonialisme di
negara-negara Asia dan Afrika menyebabkan tahapan teori Rostow terjadi secara
simultan. Kenyataannya, ada negara-negara yang tidak pernah melewati fase
pertama dari pertumbuhan Rostow, seperti Amerika Serikat dan Australia karena
benua ini ‘temuan’ orang-orang Eropa, dimana penduduknya saat ini adalah
orang-orang Eropa yang kemudian mentransfer ilmu dan pengetahuannya ke Benua
tersebut (Mudrajad. 2006: 55-56). Sanderson (2003: 138) menyebutkan masyarakat
tradisional tidak hanya meliputi Romawi Kuno, Eropa pada abad pertengahan, dan
China Klasik, namun juga ada pada Kenya, Chilli, dan India sekarang. Masyarakat
ini secara keseluruhan berbeda dalam pola sosial, teknologi, ekonomi, dan
politik. Dapatkah konsep diterapkan sedemikian global dan/dengan mengabaikan
perbedaan penting di antara berbagai masyarakat itu?
Pandangan Rostow ini
umumnya bersifat agresif dan optimis mengubah masyarakat mengikuti tahap-tahap
yang telah ditentukan sehingga cenderung mengabaikan keanekaragaman gerak
perubahan masyarakat. Kenyataannya, setiap masyarakat bergerak menurut pola dan
strategi mereka masing-masing, tidak harus selalu menuju modern seperti yang
terjadi di masyarakat industri maju di Barat, khususnya Amerika Serikat (Arif
Budiman dalam Ishomuddin. 2001: 56).
Kritik terhadap teori
Rostow dikemukakan oleh Simon Kuznet (1989) dalam Mudrajad Kuncoro (2006).
Kuznet mencatat ada beberapa kemiripan dan perbedaan antara teori Rostow dengan
Karl Marx. Kemiripan antara kedua teori tersebut menurut Kuznet antara lain,
Pertama kedua teori tersebut dengan berani menginterpretasikan evolusi sosial
khususnya disektor ekonomi. Kedua, baik Marx dan Rostow telah coba
mengeksplorasi permasalahan dan konsekuensi dari pembangunan sosial yang
dilakukan. Ketiga, kedua ekonom tersebut menyadari bahwa perubahan sistem
ekonomi pada dasarnya merupakan konsekuensi logis dari perubahan yang terjadi
di bidang politik, kebudayaan dan sosial. Sementara di sisi lain perubahan
sistem ekonomi akan berpengaruh terhadap kehidupan politik, kondisi budaya dan
sosial masyarakat.
Selanjutnya menurut Kuznet
kedua teori tersebut tidak lepas dari perbedaan. Pertama, Marx memandang bahwa
manusia bersifat sangat kompleks yang memiliki berbagai dimensi kebutuhan
ekonomi sampai budaya. Di sisi lain Rostow menyadari bahwa perubahan ekonomi
dipandang sebagai konsekuensi dari perubahan motif dan inspirasi dimensi
ekonomi dan non ekonomi. Kedua, Marx mendasarkan teorinya pada sistem konflik
antarkelas masyarakat pada sistem kapitalis. Sementara itu, Rostow lebih
sederhana dalam memandang interaksi antarkelas dalam sistem kapitalis. Ketiga,
Marx mengasumsikan bahwa perubahan ekonomi merupakan fenomena yang hanya
dipengaruhi oleh perubahan motif dan inspirasi ekonomis kelas masyarakat
penguasa sumber daya saja. Rostow memandang bahwa perubahan ekonomi pada
dasarnya merupakan konsekuensi logis dari perubahan motif dan inspirasi
nonekonomis yang terjadi pada seluruh lapisan masyarakat (Mudrajad,, 2006: 56 -
57).
Menurut Kuznets, teori
tahap pertumbuhan Rostow tidak mencakup ciri-ciri suatu teori pertumbuhan yang
seharusnnya. Menurut Kuznets, suatu teori pertumbuhan haruslah mencakup keempat
sifat. Pertama, setiap tahap haruslah merupakantahap yang mempunyai ciri-ciri
yang empiris dan dapat ditelusuri kebenarannya. Kedua, ciri-ciri tersebut harus
cukup nyata perbedaannya dengan ciri lain. Ketiga, penjelasan atas huungan
analitis yang menghubungkan dengan tahapan sebelumnya mencakup proses yang
mengakhiri dan selanjutnya berakibat pada munculnya tahap berikut. Keempat,
hubungan analitis dengan tahap selanjutnya juga harus dijelaskan.
Kuznets menyatakan
bahwa perbedaan tahapan pada teori Rostow sangat kabur sehingga sulit dibedakan
karena beberapa ciri pada tahapan prakondisi lepas landas juga ada pada tahapan
lepas landas. Contohnya, pada tahapan prakondisi lepas landas terdapat ciri “perkembangan
dan kenaikna produktivitas sektor pertanian” namun hal tersebut dianggap hanya
mungkin terjadi apabila tingkat penanaman modal berkembang dengan pesat. Dengan
kata lain, ciri “penanaman modal bergerak cepat” telah berlangsung sejak
tahapan prakondisi lepas landas. Terjadi kesukaran untuk menentukan batasan
yang jelas antara satu tahapan dengan tahapan lainnya, dengan begitu, menurut
Kuznets, manfaat untuk membahas hubungan analitis antara tahapan-tahapan
tersebut menjadi sangat kecil (Sadono, 1982).
III.
Kesimpulan
Meski dianggap sebagai
peletak dasar teori pertumbuhan ekonomi yang banyak mendapat perhatian, W.W.
Rostow memberikan elaborasi yang kurang jelas terhadap analisis proses dan
batasan antar tahapan-tahapan pertumbuhannya. Rostow pun gagal menjelaskan
ruang lingkup teorinya. Teori Rostow tidak menjelaskan peran dan pengaruh aspek
sejarah dan kultural pada pertumbuhan ekonomi di Negara Dunia Ketiga,
dibandingkan dengan proses berdirinya Negara Dunia Pertama dan Kedua pada saat
belum adanya perang ideologi dan penjajahan yang berimbas pada konsentrasi awal
kemerdekaan Dunia Ketiga, maka teori tersebut tidak relevan. Negara Dunia
Pertama dan Kedua relatif memiliki kesamaan dan kesetaraan bidang ekonomi
sehingga bukan hal sulit mengaplikasikan teori Rostow, namun untuk Negara Dunia
Ketiga yang terlahir dengan nilai historis dan kultural yang tinggi dari
penjajahan dan ketakutan akan invasi ideologi dari negara lain, berimbas pada
konsentrasi awal negara bukanlah perekonomian namun lebih kepada keamanan
politik.
Meski banyak kritik
yang menyudutkan teori Rostow, namun tidak dapat dipungkiri bahwa Rostow telah
memberi kontribusi besar mengenai proses pertumbuhan dan pembangunan
masyarakat.
DAFTAR
REFERENSI
Hofsteede,
W. M. F. 1991. Pembangunan Masyaraka - Society in Transition. UGM Press:
Yogyakarta.
Ishomuddin.
2001. Diskursus Politik dan Pembangunan.
UMM Press: Malang
Jhingan,
M.L. 2012. Ekonomi Pembangunan Dan
Perencanaan. RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Kuncoro,
Mudrajad. 2006. Ekonomi Pembangunan,
Teori, Masalah, Dan Kebijakan. UPP STIM YKPN: Yogyakarta.
Pambudi,
Andi Tri. 2012. Pergeseran Struktur
Perekonomian Atas Dasar Penyerapan Tenaga Kerja Di Provinsi Jawa Tengah. FE
Undip: Semarang. http://eprints.undip.ac.id/26853/1/Skripsi_C2B_605_114(r).pdf (diakses 23
Oktober 2013).
Rostow,
W.W. 1959. The Stage Of Economic Growth, The
Economic History Review. Economic History Society. http://vi.uh.edu/pages/buzzmat/WWR.pdf (diakses 23
Oktober 2013).
Sanderson,
Stephen K. 2003. Makro Sosiologi.
RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Sukirno,
Sadono. 1982. Ekonomi Pembangunan-Proses,
Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan.Kuala Lumpur. Bima Grafika: Yogyakarta.
Todaro,
Michael P. 1993. Pembangunan Ekonomi di
Dunia Ketiga. Penerbit Erlangga: Jakarta.
Wiratmo, Masykur. 1992. Ekonomi Pembangunan- Ikhtisar Teori,
Masalah, dan Kebijakan. MW Mandala: Yogyakarta.