Menurut Sobur
(2006: 164) analisis framing adalah suatu pendekatan analisis untuk melihat
bagaimana realitas itu dibentuk dan dikonstruksi oleh media, realitas yang
disajikan secara menonjol atau menarik mempunyai peluang besar untuk
diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami realitas. Karena itu
dalam praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu
dan mengabaikan isu lain, serta menonjolkan aspek isu tertentu dengan
menggunakan berbagai strategi wacana.
Gamson dan Modiglani (dalam Pawito, 2009: 52-56) mendefinisikan media
framing sebagai suatu pokok pengorganisasian gagasan atau pemberitaan yang
memberikan makna terhadap serangkaian peristiwa. Framing berkaitan dengan memberikan isyarat kepada khalayak
mengenai kontroversi apa yang ada serta apa yang menjadi pokok dari isu yang
diberitakan.
Media framing pada dasarnya adalah framing berita yang mencerminkan
produk media sekaligus produk dari para wartawannya ketika harus
mengidentifikasi, mengklarifikasi, dan kemudian menyampaikan informasi dan
opini kepada khalayak. Denga kata lain, media
framing pada hakikatnya merupakan konstruksi atau pendefinisian oleh media
mengenai realitas atau peristiwa – peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
Oleh karena itu, media framing
mempengaruhi secara sistematik bagaimana khalayak memahami peristiwa-peristiwa, atau untuk lebih meluaskannya sebuah realitas.
Contoh
Kasus dan Analisa
1.
Kasus Lapindo Untuk Kepentingan Politik Abu
Rizal Bakrie (ARB)
Abu Rizal Bakrie (ARB) Melalui Group Viva yang
membawahi ANTv, TV One dan Portal Berita Viva News, pemberitaan tentang Kasus
Lapindo diarahkan ke hal-hal yang menguntungkan Aburizal Bakrie dan
meminimalisir dampak negatifnya.ada kecenderungan Media digunakan sebagai alat
propaganda untuk tujuan politik menuju pemilihan presiden 2014. Dalam kasus
pemberitaan Lapindo, media-media milik Aburizal Bakrie dengan cara yang
sistematis mencoba mengubah persepsi publik tentang kasus lumpur Lapindo. Ada
upaya mengalihkan isu bahwa Lumpur Lapindo bukanlah kesalahan pengeboran,
tetapi akibat dari gempa bumi Jogja. Dalam upaya “cuci tangan” media milik
Bakrie tidak mau menggunakan istilah Lumpur Lapindo tetapi Lumpur Sidoharjo.
Sementara di sisi lain, serangan terhadap
Aburizal Bakrie juga dilakukan oleh media massa. Media yang paling getol
memberitakan kasus Lapindo adalah Media Group yang membawahi Media Indonesia
dan Metro Tv. Media ini adalah milik Surya Paloh yang merupakan rival Aburizal
Bakrie ketika memperebutkan kursi Ketua Umum Golkar tahun 2009 lalu.
Pertarungan kepentingan politik dalam kasus
Lapindo dengan memanfaatkan media ini sangat nampak. Terlebih, Aburizal Bakrie
adalah tokoh politik yang mempunyai kans besar untuk mencalonkan diri menjadi
calon presiden pada pemilu 2014. Banyak pihak yang tidak suka terhadap Abu
Rizal Bakrie menyerang dengan Kasus Lumpur Lapindo. Abu Rizal Bakrie yang
memiliki media berusaha mengcounter
dan memoles citranya agar terlihat baik dalam kasus Lapindo.
2. Pencitraan ARB menuju RI-1
TV One dan ANTV merupakan televisi
swasta nasional yang paling banyak melakukan pencitraan terhadap ARB. Beberapa
bentuk pencitraan untuk ARB ini antara lain seperti pengulangan dan framing yang
terlalu intens terhadap kegiatan/acara sosial ARB, termasuk pemberian Bakrie
Award terhadap tokoh-tokoh baru di Indonesia. Selain itu, iklan-iklan terkait
pencapresan ARB, kegiatan jalan –jalan/blusukan
ARB ke daerah, juga sangat mendominasi
di TVone.
Melalui Group Viva yang menguasai berbagai media
televisi seperti ANTV dan TVOne, Bakrie dapat mengarahkan agar dilakukan pengontrolan
terhadap framing pemberitaan di kedua media tersebut. Apalagi Bakrie juga
merupakan politisi partai Golkar yang akan mencalonkan diri dalam pemilihan
presiden 2014. Maka, berita – berita yang dikeluarkan oleh media – media yang
dikuasainya cenderung positif sebagai media pencitraan dirinya.